IbuKota Negara Baru (IKN) yang direncanakan berlokasi di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara diharapkan dapat mensejahterakan masyarakatnya. PROYEKSI KEBUTUHAN PANGAN. Balitbangda Kutai Kartanegara, 2021. Ida Bagus Made Agung Dwijatenaya. Mutiara Kartikadewi KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MENANGANI HARGA CABAI PerananIlmu Kimia Dalam Bidang Teknologi Pangan dan Pertanian - Pangan merupakan kebutuhan primer manusia yang dihasilkan dari industri pertanian. apakah yang akan terjadi bila pertumbuhan produksi pangan kalah cepat dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk dunia. Untuk mengimbangi pertumbuhan penduduk maka produksi bahan pangan harus Radioisotopyang menguntungkan tersebut radiasinya mempunyai kemampuan untuk menembus bahan, pendeteksiannya yang sangat peka, dan radioisotop bersifat selektif, banyak digunakan dalam bidang industri. Pemanfaatan radiasi nuklir dalam bidang industri antara lain dalam : Teknik radiografi. Teknik gauging. Sebagaicontoh, kemajuan di bidang teknologi komunikasi dan transportasi akan memudahkan komunikasi serta mempercepat mobilitas sehingga memperlancar berbagai kepentingan umat manusia. Usaha untuk meningkatkan produksi pangan telah memanfaatkan berbagai macam teknologi, mulai dari yang sederhana sampai dengan teknologi canggih. Pemanfaatanilmu biologi dalam bidang produksi pangan yang berdampak positif pada lingkungan adalah Hibridisasi. hibridisasi sendiri adalah suatu teknik yang digunakan untuk memperoleh organisme baru yang unggul dengan cara mengawinkan dua organisme berbeda varietas. Organisasi tersebut memiliki sifat-sifat yang unggul. DgErn. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Kegiatan bertani, bercocok tanam, memelihara hewan ternak baik di tambak ataupun sungai, menangkap hasil laut, dan pemanfaatan lahan untuk hutan produksi merupakan bagian dari sektor pertanian yang ada di Indonesia. Itu termasuk tentang penanaman tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan dan jasa pertanian yang menjadi bagian dari sekian banyak mata pencaharian masyarakat Indonesia. Bercocok tanam di sawah, di gunung, di lereng, di ladang, di kebun dan bahkan halaman rumah bisa menjadi tempat yang tepat untuk berkegiatan pertanian. Lalu pengembangbiakan hewan ternak baik untuk kebutuhan pangan/konsumsi, untuk dipelihara juga termasuk kedalam sektor pertanian ini. Masyarakat Indonesia yang agraris, terbentang luas dari ujung sabang sampai merauke, hamparan lahan dan laut yang luas dapat memanfaatkan dengan optimal untuk pemenuhan kebutuhan masyarakatnya. Itulah mengapa dahulu sektor pertanian menjadi sektor terbesar yang ada di Indonesia dan menjadi sektor dengan profesi paling banyak karena sumber daya alam yang terbentang luas tersebut. Itulah mengapa Indonesia kaya akan sumber pangan yang dapat dimanfaatkan dan tak jarang Indonesia dapat menjual kembali diluar Indonesia ekspor seperti swasembada yang terjadi di tahun 1984 dan 2019-2021 lalu. Terlepas dari keberhasilan Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pangan dan keberhasilan swasembada tentu kita perlu memperhatikan faktor manusia dan alat dalam sektor ini. Menurut data dikutip dari bappenas profesi dibidang pertanian mengalami penyusutan hingga 37%, dimana di tahun 1976 persentase profesi di bidang pertanian berada di angka 65,8% dan menyusut menjadi 28% pada tahun 2019. Kemudian menurut ekonom indef yang dikutip dalam di tahun 2020 terjadi kenaikan tenaga kerja di sektor pertanian karena dampak pandemi covid 19 yang menggeser tenaga kerja sektor industri dan jasa, namun pada tahun 2021 terjadi penurunan dari 29% menjadi 28% yang bekerja di sektor pertanian ini. Proses regenerasi dan penyerapan tenaga kerja di profesi ini petani, pekerja kebun, nelayan, peternak dll belum memberikan gambaran yang menarik bagi generasi selanjutnya. Karena tidak dipungkiri untuk profesi ini pun lebih banyak diisi oleh generasi yang berusia > 50 tahun sedangkan untuk generasi yang < 50 tahun belum banyak terjun di sektor pertanian ini. Masih adanya underestimate, pendapatan ekonomi yang rendah daripada sektor lain dan belum adanya pemahaman jangka panjang yang menjadi lagi dari sisi tenaga kerja yang belum banyak menarik generasi muda selanjutnya, kendala peralatan untuk Bertani, bercocok tanam, budidaya ternak juga belum mengadopsi teknologi yang canggih menjadi kendala selanjutnya dari sektor ini. Kemudian dari sisi bibit atau anakan yang akan dikembangbiakkan, jika dulu saat teknologi belum canggih Ketika musim panen dan terjadi serangan hama atau adanya perubahan cuaca yang tiba tiba membuat hasil panen/budidaya/tangkapan yang seharusnya optimal menjadi tidak optimal karena hama dan perubahan cuaca tersebut. Oleh karena itu perlu adanya pengembangan varietas bibit atau anakan yang lebih kuat dan tahan terhadap hama serta cuaca sehingga apabila musim panen tiba hasil yang diperoleh lebih banyak dan berkualitas. Itulah mengapa percepatan teknologi untuk sektor ini perlu diupayakan dengan maksimal karena warga Indonesia yang masih menggantungkan kebutuhannya pada sektor dilihat dari kendala-kendala yang terjadi pada sektor pertanian ini, kita tak dapat dikesampingkan prestasi Indonesia saat berhasil melakukan swasembada pangan yang sudah disebutkan sebelumnya. Dan juga menurut data kemendag pada tahun 2021 ekspor Indonesia menjadi sektor yang bertahan selama pandemic covid berlangsung dan menunjukkan peningkatan positif dari tahun tahun sebelumnya, dan berdasarkan data pada tahun 2021 Indonesia berhasil melakukan ekspor secara serentak melalui 17 pintu ekspor yang tersebar di beberapa pelabuhan dan bandara, Indonesia mengirim barang ekspor pertanian ini ke 61 negara. Dari kegiatan ini Indonesia mampu melepas jutaan ton produk pertanian yang diekspor ke negara-negara tersebut dengan nilai ekspor mencapai 200 triliun rupiah lebih pada semester awal 2021. Ini menjadi pencapaian dan prestasi bagi Indonesia mengenai peran ekspor komoditi pertanian yang dapat meningkatkan pemasukan pendapatan negara dan pada akhirnya akan mendongkrak kegiatan ekonomi secara nasional. Melalui kegiatan sektor pertanian ini diharapkan masyarakat yang menggeluti profesi bidang pertanian dengan skala perorangan, kelompok atau perusahaan berbadan hukum diharapkan dapat memanfaatkan salah satu peluang ekspor dengan pemanfaatan teknologi seperti budidaya pembibitan varietas super unggul, penggunaan alat mesin pertanian canggih, pemberdayaan tenaga kerja yang terampil dan juga proses distribusi pertanian yang efisien juga transparan. Oleh sebab itu agar dapat berjalan dengan optimal perlunya regulasi dan kebijakan yang memayungi sektor pertanian ini agar pihak-pihak yang terlibat terutama petani, peternak, dan nelayan dapat meningkatkan kesejahteraan rumah tangga domestik dan secara nasional. Hal ini menjadi harapan semua orang untuk dapat hidup dengan layak dan sejahtera dari kegiatan ekonomi mereka. Itulah mengapa regulasi dan kebijakan bidang pertanian bagi para petani, peternak dan nelayan tidak bisa dibuat sembarangan tanpa adanya riset dan data yang akurat. Kebijakan yang dibuat tanpa melihat kondisi dilapangan tentu menjadi celah untuk gagalnya kebijakan itu sendiri dan malah merugikan pihak lain. Riset lapangan, sensus, dan pendataan di lapangan ini perlu dilakukan secara berkala dan presisi baik dari apa yang menjadi tujuan riset, bagaimana melakukan riset dan siapa saja yang akan menjadi subjek risetnya. 1 2 Lihat Indonesia Lestari Selengkapnya ISSN 2477-3298 Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet dan Plastik ke-7 Yogyakarta, 29 Agustus 2018Pemanfaatan Limbah Turunan Industri Penyamakan Kulit sebagai Upaya untuk Meminimalisir Dampak Pencemaran Lingkungan 1 1 SugihartonoBalai Besar Kulit, Karet dan Plastik, Jl. Sokonandi No. 9 Yogyakarta 5516*Penulis korespondensi. Telp. 0274512929-563939 Fax. 0274 563655 E-mail ABSTRAK Limbah kulit pada industri penyamakan kulit yang diturunkan sebelum penyamakan berupa trimming, fleshing, dan splitting. Limbah yang diturunkan setelah penyamakan berupa splitting, shaving, dan buffing dust. Sedangkan limbah yang diturunkan pada pewarnaan dan finishing hanya berupa trimming. Limbah kulit yang diturunkan sebelum penyamakan berjumlah cukup besar, dapat diproses menjadi tallow dan gelatin, merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikrobia. Apabila tidak segera ditangani dapat menimbulkan pencemaran. Namun demikian sampai dengan saat ini belum direspon oleh industri untuk pemanfaatannya. Tidak menunda-nunda waktu pengolahan kulit limbah yang diturunkan sebelum penyamakan menjadi tallow dan gelatin atau kerupuk akan dapat mengurangi, menekan dan meminimalisir terjadinya pencemaran terutama bau busuk yang sangat menyengat. Kata kunci kulit limbah, penyamakan, pencemaran, pemanfaatan limbah Pemanfaatan Limbah Turunan Industri Penyamakan Kulit sebagai Upaya ISSN 2477-3298 Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-7 Yogyakarta, 29 Agustus 2018 Utilization of Industrial Leather Tannery Waste to Minimize the Effects of Pollution 1 1 SugihartonoBalai Besar Kulit, Karet dan Plastik, Jl. Sokonandi No. 9 Yogyakarta 55166*Coresponding author. Telp. 0274 512929 - 563939 Fax. 0274 563655 E-mail ABSTRACT Leather waste in the tanning industry which generated before tanning is trimming, fleshing, and splitting. Waste that is generated after tanning is in the form of splitting, shaving and buffing dust. While the waste which is generated in the coloring and finishing is only in the form of trimming. The large amount of skin waste that is passed down before tanning, can be processed into tallow and gelatin, is a good medium for microbial growth. If not handled immediately can cause pollution. However, until now the industry has not responded to their use. Not delaying the processing of waste skin which is generated before tanning to tallow and gelatin or crackers will reduce, suppress and minimize the incidence of environmental pollution, particularly the very pungent odor. Keywords composites, wall panels, polypropylene, cocofiber, sludge Pemanfaatan Limbah Turunan Industri Penyamakan Kulit sebagai Upaya ISSN 2477-3298 Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet dan Plastik ke-7 Yogyakarta, 29 Agustus 2018 PENDAHULUAN Industri penyamakan kulit IPK merupakan salah satu industri yang menurunkan limbah dalam jumlah yang cukup besar, yaitu dalam bentuk padat, cair dan gas. Limbah tersebut berasal dari bahan baku yang diproses kulit, bahan untuk proses, dan air. Limbah dari kulit berupa bulu, sisa-sisa daging dan potongan-potongan kulit, sedangkan limbah dari bahan proses berupa garam, kapur dan bahan kimia lainnnya. Limbah yang diturunkan tersebut apabila tidak ditangani dengan tepat, cepat dan baik akan dapat mencemari lingkungan Prayitno, 2009. Pencemaran dari kegiatan IPK dapat melalui berbagai media seperti udara, tanah dan air Sugihartono, 2013. Dampak yang ditimbulkan dari cemaran tersebut pada umumnya dapat mengganggu semua kehidupan seperti manusia, binatang, biota air, dan tumbuhan. Sebagian besar kulit disamak menggunakan bahan penyamak krom, kromium yang digunakan untuk proses penyamakan biasanya berupa senyawa krom sulfat. Krom sulfat merupakan krom trivalen, bersifat kurang beracun apabila dibandingkan dengan krom heksavalen. Pada kondisi tertentu krom trivalen dapat teroksidasi menjadi krom heksavalen Fuck, et al., 2011, Vaskova, et al., 2013. Seperti telah diketahui bahwa penginduksi umum alergi kontak dermatitis adalah kromium. Krom yang paling berbahaya apabila terpapar pada kulit yang sensitif dan iritan adalah yang dalam bentuk ion heksavalen Buter & Biedermann, 2017. Paparan kromium tersebut dapat menyebabkan dermatitis, ulserasi dan kepekaan kulit Saha, et al., 2011. Kandungan utama kulit segar adalah protein dan air, komponen lainnya dalam jumlah sedikit terdiri atas karbohidrat, lemak dan mineral. Kandungan kulit tersebut merupakan media yang sangat cocok untuk pertumbuhan mikrobia pembusuk seperti Bacillus sp, Staphylococcus sp., dan Micrococcus sp. Covington, 2009. Mikrobia tersebut merombak protein pada kulit segar maupun kulit garam menjadi senyawa sederhana yang mudah menguap dan nitrogen terlarut. Hasil perombakan protein antara lain amonia, indol, skatol, merkaptan dan H 2 S. Senyawa-senyawa tersebut menyebar di udara, kemudian menjadikan udara berbau tidak sedap, busuk, dan sangat menyengat di indra penciuman. Pembangunan pusat-pusat lingkungan industri penyamakan/pengolahan kulit antara lain bertujuan untuk memberikan kemudahan pelaku industri dalam melakukan kegiatannya dan mendorong dilaksanakannya proses produksi di kawasan industri. Dismaping itu juga untuk mempercepat pertumbuhan industri di suatu daerah, dan meningkatkan upaya pembangunan industri yang berwawasan lingkungan. Dengan demikian akan diperoleh beberapa keuntungan, diantaranya adalah peningkatan efisiensi penggunaan peralatan dan mesin-mesin produksi, mempermudah mendapatkan bahan-bahan untuk proses produksi, mempermudah dalam Pemanfaatan Limbah Turunan Industri Penyamakan Kulit sebagai Upaya ISSN 2477-3298 Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-7 Yogyakarta, 29 Agustus 2018 pengendalian dan penanganan limbah, serta berbagai upaya untuk meminimalisir, menekan dan melokalisir terjadinya pencemaran lingkungan akibat kegiatan industri. Pembangunan lingkungan IPK ternyata belum sepenuhnya berhasil dalam hal pengendalian dan penanganan limbah. Sebagai contoh masih terdapatnya keluhan warga yang bermukim disekitar lingkungan industri kulit di Magetan yang mengeluhkan pencemaran yang ditimbulkan oleh kegiatan industri tersebut. Warga mengeluh mencium bau yang tidak sedap dan sangat menyengat yang menyebabkan ketidak-nyamanan lingkungan, dan sumber airnya tercemar yang menyebabkan penyakit kulit seperti gatal-gatal di kulit akibat kontak/menggunakan air dari sumber tersebut. Keluhan warga tersebut menimbulkan wacana penutupan lingkungan industri kecil-IPK oleh Unit Pelayanan Terpadu- Lingkungan Industri Kulit UPT-LIK Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur Puspita, 2012; Dewi, 2013. Pada makalah ini disajikan informasi tentang tinjauan dari beberapa alternatif dalam penanganan dan pemanfaatan yang mungkin dapat dilakukan dalam rangka pendayagunaan kulit limbah turunan IPK menjadi produk yang berguna. Dimaksudkan sebagai upaya untuk menekan dampak lingkungan dan biaya cemaran, serta ditujukan untuk penyebar-luasan informasi kepada khalayak yang memerlukan dan menggeluti pemanfaatan kulit limbah menjadi produk yang berguna. Sekilas tentang proses penyamakan kulit Proses penyamakan kulit mentah dibagi menjadi 3 tiga tahapan proses utama. Tahap pertama adalah proses pengerjaan basah beam house, tahap kedua adalah proses penyamakan tanning, dan tahap ketiga adalah proses penyelesaian akhir/finishing Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, 1996; Zaenab, 2008; & Elfrida, 2012. Proses pengerjaan basah atau sering disebut proses pra-penyamakan terdiri atas beberapa tahapan yaitu sortasi, perendaman, pengapuran dan buang bulu, buang daging fleshing, pembelahan splitting, pencucian, buang kapur deliming, pengikisan protein bating, penghilangan lemak khusus untuk kulit domba, dan pengasaman pickling. Proses penyamakan tanning dapat dilakukan dengan bahan penyamak krom atau nabati. Menurut Li, et al. 2013 bahwa lebih dari 80% kulit di dunia disamak menggunakan krom. Keadaan ini karena kulit samak krom memiliki sifat yang lebih unggul apabila dibandingkan dengan kulit samak nabati yaitu dalam hal kelembutan, kelemasan, kekuatan tarik, kemudahan untuk diproses selanjutnya, dan suhu kerut. Pemanfaatan Limbah Turunan Industri Penyamakan Kulit sebagai Upaya ISSN 2477-3298 Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet dan Plastik ke-7 Yogyakarta, 29 Agustus 2018 Proses penyelesaian akhir atau proses paska penyamakan terdiri atas beberapa tahapan antara lain penyerutan shaving, netralisasi, penyamakan ulang re-tanning, pengecatan dasar, peminyakan dan finishing. Finishing terdiri atas pengeringan kulit, perenggangan staking, pengecatan tutup dan plating serta embosing Prayitno, 2017. Pada setiap tahapan proses tersebut diturunkan limbah yang dapat terdiri atas limbah padat, cair dan gas, dengan volume yang tergolong cukup besar. Sebagai contoh, pada setiap penyamakan kulit mentah basah yang diawetkan dengan garam 3 seberat 1 satu ton, digunakan bahan kimia seberat 452 kg dan air sebanyak ± 40 m . Dari penyamakan tersebut hanya dihasilkan kulit samak sebesar ± 255 kg, sisanya berupa limbah yang 3 terdiri atas bahan kimia ± 380 kg, air ± 40 m , dan kulit limbah ± 680 kg. Kulit limbah yang diturunkan terdiri atas kulit limbah turunan dari proses pra-penyamakan dan kulit limbah turunan sesudah proses penyamakan dengan jumlah masing-masing seberat ± 350 kg dan ± 330 kg Paul, et al., 2013. Menurut FAO 1996 setiap penyamakan kulit sebanyak 1 satu ton akan diturunkan limbah padat sebanyak 450 - 600 kg, yang terdiri atas kulit limbah yang berupa fleshing, trimming, buffing dust dan wet blue split. Setengah dari volume limbah tersebut pada keadaan kering mengandung krom kurang lebih sebesar 3%. Limbah yang diturunkan dari kulit sebelum dan setelah proses penyamakan ternyata cukup besar, sehingga perlu mendapatkan penangan secara serius dan khusus oleh IPK agar tidak menimbulkan pencemaran. Apabila limbah tersebut tidak segera ditangani, dipastikan akan menimbulkan masalah terhadap lingkungan di sekitarnya. Penggolongan limbah turunan dari penyamakan kulit Limbah yang diturunkan dari kulit pada industri penyamakan kulit berasal dari setiap tahapan proses dapat diklasifikasikan kedalam 3 tiga kelompok Ozgunay, et al., 2007 sebagai berikut pertama limbah yang diturunkan dari kulit yang belum disamak, berupa trimming dan fleshing. Kedua limbah yang diturunkan dari kulit yang telah disamak, berupa shaving dan buffing dust. Ketiga limbah yang diturunkan dari pewarnaan dan finishing, berupa trimming. Sedangkan IUE-2 2008 mengelompokkan limbah padat yang diturunkan dari penyamakan kulit menjadi 5 lima kelompok sebagai berikut a. Trimming green and limed merupakan kulit limbah hasil samping dari proses perapian trimming kulit segar dan proses pengapuran sebelum disamak. Pemanfaatan Limbah Turunan Industri Penyamakan Kulit sebagai Upaya ISSN 2477-3298 Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-7 Yogyakarta, 29 Agustus 2018 b. Limed splits merupakan kulit limbah hasil samping dari pembelahan splitting kulit pada proses pengapuran. c. White splitting merupakan kulit limbah hasil samping dari proses pembelahan splitting kulit yang disamak menggunakan bahan penyamak nabati. d. White shaving merupakan kulit limbah hasil samping dari proses shaving pengetaman kulit yang disamak menggunakan bahan penyamak ramah lingkungan antara lain aldehid, bahan samak nabati, dan syntan. e. Blue splits dan shavings merupakan kulit limbah hasil samping dari proses splitting pembelahan dan shavings pengetaman kulit yang disamak menggunakan bahan penyamak kimia krom. Limbah yang berupa white splitting, white shaving dan Blue splits serta shavings merupakan limbah yang diturunkan dari kulit yang telah disamak, namun untuk keperluan pengolahan terutama yang berkaitan untuk pangan penggolongannya dibedakan. Komponen kimia penyusun kulit limbah Komponen utama penyusun kulit limbah dapat dikatakan mirip atau sama dengan kulit asalnya kecuali kulit limbah yang diturunkan setelah penyamakan. Menurut Prayitno 2017 komponen penyusun kulit mentah segar terdiri atas air 60 - 70%, protein 25 - 35%, lemak 2,5 - 3,0%, karbohidrat < 2%, dan garam mineral 0,3– 0,5%. Air yang terkandung dalam kulit mentah merupakan komponen yang terbesar pada kulit, berpengaruh dan menentukan sifat fisik serta keawetan kulit. Protein merupakan komponen yang terbesar kedua setelah air, terdapat dalam dua jenis, yaituglobular dan fibrous. Protein globular terdiri atas globulin, albumin, dan musin, bersifat larut dalam larutan natrium klorida Suhenry, et al. 2015. Protein fibrous terdiri atas keratin, elastin, dan kolagen, bersifat tidak larut dalam pelarut organik maupun air. Kolagen pada kulit terdapat dalam jumlah yang cukup besar yaitu ± 70% dari bobot kering kulit, merupakan protein struktural yang utama pada kulit. Komponen asam lemak penyusun lemak/minyak binatang terdiri atas asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Komponen asam lemak tidak jenuh yang dominan terdiri atas asam palmitat dan stearat, sedangkan yang tidak jenuh terdiri atas oleat palmitoleat dan linoleat White, et al. 1964 . Pemanfaatan Limbah Turunan Industri Penyamakan Kulit sebagai Upaya ISSN 2477-3298 Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet dan Plastik ke-7 Yogyakarta, 29 Agustus 2018 Karbohidrat pada kulit segar berada dalam jumlah kecil, bisanya berupa glikogen, gula, gula- amino, mukopolisakarida dan lainnya. Mineral pada kulit segar juga berada dalam jumlah sedikit, merupakan garam senyawa kalium, kalsium, magnesium dan natrium yang membentuk garam dengan fosfat, karbonat, klorida, atau sulfat. Komponen kulit segar merupakan media yang sangat baik dan cocok untuk tumbuh dan berkembangbiaknya mikroorganisme pembusuk dan perusak. Mikroorganisme pembusuk akan merobak protein yang terdapat pada kulit menjadi unsur yang lebih kecil, seperti alkohol, gas dan komponen-komponen bau. Perombakan kulit oleh aktivitas mikroorganisme akan menimbulkan bau busuk yang sangat menyengat. Oleh karena itu apabila tidak ditangani dengan cepat dan tepat dapat mencemari lingkungan. Kolagen terdiri atas berbagai jenis asam amino, biasanya perulangan dari glisin, prolin, dan hidroksiprolin “-gly-pro-hypro-gly-“. Gugus pada kolagen yang berperan dalam proses penyamakankulit adalah COOH dan -NH 2 . Pada titik isoelektrik gugus COOH dan -NH 2 berubah menjadi COO dan gugus amina -NH 3 . Gugus COO dan gugus amina -NH 3 akan berikatan dengan bahan penyamak bahan penyamak mineral, sintetis, dan nabati. Terikatnya gugus gugus tersebut menjadikan kulit samak awet dan tahan terhadap kerusakan mikroorganisme. Keadaan inilah yang membuat limbah turunan kulit samak tidak berbau busuk pada penyimpanan di dalam Krom trivalen Cr sebagai bahan penyamak berikatan-silang crosslinking dengan serat kolagen kulit, sehingga menghasilkan kulit samak yang memenuhi kualitas sesuai dengan yang3 dikehendaki. Krom trivalen Cr dalam jumlah sedikit pada kulit samak, dalam kondisi tertentu+6 dapat dioksidasi menjadi krom heksavalen Cr yang sangat toxic dan bersifat karsinogen Vaskova, et al., 2013. Limbah turunan kulit samak krom digolongkan ke dalam limbah yang berbahaya karena mengandung kromium Andrioli & Gutterres, 2015. Di Indonesia limbah kulit samak krom dikatagorikan kedalam bahan berbahaya dan beracun B3. Komponen kimia penyusun limbah turunan kulit samak berbeda dengan komponen kimia penyusun limbah turunan kulit segar. Komponen kimia kulit limbah yang berupa shaving adalah sebagai berikut air 37,82%; protein 52,45%; lemak 0,58%; dan krom 3,74% Sutyasmi, 2012. Kandungan air dan lemak limbah turunan kulit samak lebih rendah dari pada kadar air limbah turunan kulit segar. Kandungan protein limbah turunan kulit samak lebih tinggi dari pada kandungan protein limbah turunan kulit segar, dan kurang lebih sama dengan yang terdapat pada kulit pikel, yaitu sama-sama tidak mengandung protein globular dan hanya mengandung proteinfibrous atau kolagen, karena protein globular telah dikeluarkan atau dihilangkan pada tahap sebelumnya. Disamping itu didalam limbah turunan kulit samak mengandung bahan penyamak, seperti krom apabila penyamakan menggunakan krom. Pemanfaatan Limbah Turunan Industri Penyamakan Kulit sebagai Upaya ISSN 2477-3298 Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-7 Yogyakarta, 29 Agustus 2018 Pemanfaatan Limbah Turunan Industri Penyamakan Kulit sebagai Upaya Pemanfaatan limbah turunan dari kulit Limbah padat turunan IPK dapat dimanfaatkan untuk bahan bukan pangan dan sebagian dapat digunakan sebagai bahan pangan. Pemanfaatan sebagai bahan pangan antara lain untuk kerupuk, gelatin dan minyak. Limbah padat yang dapat digunakan sebagai bahan pangan dibatasi hanya yang berasal dari turunan dari kulit pada proses pra-penyamakan, yaitu trimming green and limed, lime splits dan fleshing IUE-2, 2008. Disamping itu lime splits juga dapat digunakan untuk makanan binatang piaraan dog chews, menurut informasi dari industri limbah tersebut juga telah digunakan untuk campuran pakan ayam unggas dan ikan. Pemanfaatan yang bukan untuk bahan pangan antara lain untuk gelatin teknis fotografi, farmasi, perekat, pupuk, hidrolisat kolagen, kompos, pupuk, gelatable protein, produksi sodium chromate, bahan bangunan, pembuatan batu-bata brick, insulator, batako conblock, pembuatan papan kulit leather board, sol sepatu dan kertas seni serta barang kerajinan lainnya. Secara ringkas kesesuaian pemantataan limbah turunan kulit yang disarikan dari rekomendasiIUE-2 2008, hasil penelitian Cabeza, et al., 1998, Nawaz, et al., 2010, dan Sutyasmi 2012, serta beberapa peneliti disajikan pada Tabel 1 berikut Tabel 1. Pemanfaatan limbah turunan industri penyamakan kulit. No Jenis limbah Dapat dimanfaatkan untuk produk 1 pangan perekat tallow sabun, fatliquor, dll brick gelatin pangan dan teknis perekat pupuk kerupuk kompos makanan binatang piaraan aditif kolagen brick, conblock, leather board gelatin untuk pangan dibatasi insulator kompos kertas seni pupuk sol sepatu 3 Trimming green and limed dan fleshing Limed splits White splitings Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet dan Plastik ke-7 ISSN 2477-3298 Yogyakarta, 29 Agustus 2018 Pemanfaatan Limbah Turunan Industri Penyamakan Kulit sebagai Upaya 4aditif pakan ternak binder brick, conblock. leather board gelatin hidrolisat kolagen/gelatable gelatin insulator pupuk sol sepatu kertas seni aditif pakan ternak binder brick, conblock. leather board gelatin teknis hidrolisat kolagen/gelatable protein insulator kertas seni perekat pupuk sodium kromat sol sepatu5 White shavings Blue splits, shavings, and dust Tidak semua kulit limbah IPK cocok dan sesuai untuk bahan pangan, hanya kulit limbah yang diturunkan pada tahap pra-penyamakan saja yang diperbolehkan untuk di proses menjadi bahan pangan. Namun demikian kulit limbah turunan kulit yang disamak nabati juga diperbolehkan untuk bahan pangan, akan tetapi penggunaannya dibatasi IUE-2, 2008. Pada prinsipnya semua kulit limbah turunan IPK seperti trimming green and limed dan fleshing, limed splits, white splitings, white shavings dan blue splits, shavings, serta dust dapat di proses menjadi gelatin. Gelatin yang dihasilkan dari setiap jenis limbah memiliki kesesuaian kegunaan yang berdeda. Keadaan ini disebabkan kandungan kimia yang terdapat pada setiap jenis limbah juga berbeda-beda, khusus pada blue splits, shavings, dan dust mengandung logam kromtrivalen yang pada kondisi tertentu dapat berubah nenjadi krom heksavalen yang bersifat sangat toksik dan karsinogen. Sehingga gelatin yang di produksi dari blue splits, shavings, dan dust hanya diperbolehkan untuk gelatin teknis. Proses Produksi Gelatin Seperti telah disampaikan di muka bahwa semua jenis limbah turunan IPK dapat di proses menjadi gelatin dengan peruntukan yang berbeda-beda sesuai asal bahan bakunya. Produk gelatin yang dihasilkan dari kulit limbah tergantung pada proses yang digunakan. Proses produksi gelatin menggunakan asam, diperoleh gelatin tipe A, sedangkan proses produksi menggunakan basa, ISSN 2477-3298 Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-7 Yogyakarta, 29 Agustus 2018 dihasilkan gelatin tipe B. Hal-hal yang berpengaruh dalam proses produksi gelatin antara lain adalah bahan baku, konsentrasi dan jenis asam/basa, perbandingan asam/basa dengan bahan baku gelatin, waktu dan suhu hidrolisis serta pengadukan Hastutiningrum, 2009 Secara umum proses produksi gelatin dibagi dalam tiga tahap, yaitu tahap persiapan bahan baku tahap pertama, tahap konversi kolagen menjadi gelatin tahap kedua dan tahap ketiga adalah pemurnian dan pengeringan gelatin Kemenristek., 1990. Tahap persiapan bahan baku meliputi penghilangan bahan bukan kolagen seperti kapur dan minyak serta pengecilan ukuran. Tahap kedua konversi kolagen menjadi gelatin menggunakan asam/basa pada konsentrasi dan waktu tertentu serta ekstraksi gelatin dari kolagen. Tahap pemurnian dan pengeringan gelatin sampai kadar air ±10% serta pengecilan ukuran biasanya melalui penggilingan. Asam yang digunakan pada proses produksi gelatin dapat berasal dari asam organik dan asam anorganik. Asam organik yang digunakan antara lain asam; asetat, sitrat, fumarat, askorbat, malat, suksinat, dan tartarat. Asam anorganik yang dapat digunakan antara lain asam hidroklorat, fosfat, dan sulfat. Sedangkan larutan basa yang dapat digunakan antara lain larutan kalsium hidrosida, natrium hidroksida, dan kalium hidroksida. Rendemen gelatin yang di proses menggunakan asam, lebih banyak apabila dibandingkan dengan yang diproses menggunakan basa. Namun demikian karakteristik gelatin seperti kekuatan gel, berat molekul, dan viskositas pada proses basa lebih baik daripada yang di proses menggunakan asam Nurhalimah, 2010. Pada umumnya gelatin dibidang pangan digunakan untuk pengental, penggumpal, membuat produk menjadi elastis, pengemulsi, penstabil, pembentuk busa, pengikat air, pelapis tipis dan pemerkaya gizi Fauzi, 2007. Disamping itu juga dapat dimanfaatkan untuk pengikat air, konsistensi dan stabilitas produk, memperbaiki tekstur, pengisi, penjernih sari buah, menjaga kesegaran dan pengawetan buah Pranoto, 2006. Edible coating menggunakan gelatin kulit sapi dapat memperpanjang kesegaran buah jeruk Wulandari, 2012. Kombinasi gelatin dengan bentonit dalam penjernihan sari buah apel manalagi dapat memberikan hasil yang sangat baik Nasution, 2011. Disamping itu gelatin juga dapat digunakan sebagai flokulan dalam pengolahan air limbah Sugihartono, dkk., 2015. Pemanfaatan Limbah Turunan Industri Penyamakan Kulit sebagai Upaya ISSN 2477-3298 Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet dan Plastik ke-7 Yogyakarta, 29 Agustus 2018 PEMBAHASAN Limbah turunan kulit pada industri penyamakan kulit apabila tidak ditangani dengan segera akan menimbulkan pencemaran pada lingkungan industri dan sekitarnya. Pencemaran yang pertama kali dirasakan adalah terjadinya bau yang tidak sedap atau bau busuk yang sangat menyengat indera penciuman. Kemudian pencemaran sebagai akibat penggunaan bahan penolong proses yang terikut pada air buangan yang dapat menyebabkan tercemarnya air tanah, iritasi kulit, atau gatal-gatal. Gatal-gatal dan iritasi pada kulit antara lain disebabkan adanya sisa krom yang terikut pada air limbah dan kemungkinan telah berubah menjadi krom heksavalen. Timbulnya bau pada limbah disebabkan oleh dekomposisi lebih lanjut dari senyawa organik, seperti protein dan lemak. Dekomposisi protein menjadi komponen-komponen yang sederhana seperti amonia, gugus thiol, asam sulfida Oktavia, dkk., 2012, alkohol, beberapa gas seperti karbon dioksida, hidrogen, dan metana serta komponen-komponen berbau busuk seperti merkaptan seperti indol, skatol merkaptan hidrogen dan sulfida. Sedangkan dekomposisi lemak menghasilkan asam lemak lemak rantai pendek yang juga menimbulkan bau tidak sedap atau bau busuk yang menyengat. Komponen kulit yang sengaja dipisahkan dari kulit dan terikut dalam limbah cair antara lain protein yang larut air dan lemak/minyak. Protein larut air dikeluarkan pada proses bating, sedangkan lemak/minyak yang dikeluarkan pada proses degreasing. Oleh karena itu limbah cair disamping mengandung bahan kimia yang digunakan pada proses penyamakan juga mengandung protein dan lemak/minyak. Paul, et al., 2013 menyatakan bahwa dalam penyamakan satu ton kulit 3 basah yang diawetkan dengan garam diperlukan air kurang lebih 40 m . Disisi lain kandungan protein yang larut air dan lemak/minyak pada kulit relatif kecil, dengan demikian konsentrasi protein larut air dan lemak/minyak dalam limbah cair industri penyamakan kulit juga rendah. Oleh karena itu sokongan cemaran bau yang berasal dari turunan kulit pada limbah cair juga rendah. Sampai dengan saat ini limbah turunan kulit pada industri penyamakan kulit di beberapa industri penyamakan kulit sapi telah dimanfaatkan oleh pihak ketiga. Limbah tersebut berupasplitting kulit sapi yang diperoleh pada proses pra-penyamakan. Limbah proses splitting oleh pihak ketiga diolah menjadi kerupuk. Walaupun demikian bau tidak sedap yang sangat menyengat masih tercium pada lingkungan industri penyamakan kulit yang sampai dengan saat ini masih belum dapat teratasi dengan sempurna. Pemanfaatan Limbah Turunan Industri Penyamakan Kulit sebagai Upaya ISSN 2477-3298 Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-7 Yogyakarta, 29 Agustus 2018 Bau menyengat tersebut diduga didominasi dari kulit maupun turunannya yang berasal dari proses pra-penyamakan. Kulit maupun turunannya tersebut mengandung protein, lemak dan air dalam jumlah besar, sehingga merupakan media yang sangat cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme. Disisi lain kulit samak termasuk limbahnya relatif tahan terhadap mikroba perusak. Limbah kulit samak krom perlu penangan khusus karena krom yang dikandungnya apabila digunakan untuk menimbun tanah dapat mengalami leaching dan pada akhirnya dapat berubah menjadi krom heksavalen yang sangat berbahaya bagi mahluk hidup dan karsinogen. Tidak menunda proses penyamakan kulit dan penanganan dengan segera limbah kulit yang diturunkan pada proses pra-penyamakan, diduga dapat mengurangi atau meminimalisir terjadinya bau busuk pada industri penyamakan kulit. Limbah yang diturunkan pada proses pra-penyamakan yang berupa fleshing dapat diproses menjadi tallow, sedangkan green trimming/shaving dapat diolah menjadi bahan pangan seperti gelatin atau krupuk. Gelatin merupakan produk hasil hidrolisis kolagen secara parsial, memiliki kegunaan yang sangat luas baik dibidang pangan, fotografi, kosmetika, maupun kesehatan seperti dan kedokteran Sompie, et al., 2012. Jumlah limbah yang diturunkan dari proses pra-penyamakan cukup besar dan belum dimanfaatkan secara optimal serta menimbulkan cemaran bau yang sangat menyengat. Di Indonesia gelatin masih merupakan barang impor, namun demikian limbah yang diturunkan dari proses pra- penyamakan belum direspon oleh kalangan industri untuk memanfaatkannya sebagai bahan baku dalam memproduksi gelatin secara komersial. Proses pengolahan gelatin dari limbah dapat dilakukan secara terpisah atau terpadu dengan industri penyamakan, dengan demikian dapat menciptakan lapangan usaha dan lapangan kerja baru Sugihartono, 2014. Secara konvensional limbah industri penyamakan kulit dapat dimanfaatkan untuk brick, conblock, leather board dan insulator board. Sebenarnya beberapa tahun yang telah berlalu limbah industri penyamakan kulit tersebut telah dimanfaatkan secara konvensional oleh beberapa pengusaha. Namun dikarenakan pasar belum sepenuhnya menerima kehadiran produk tersebut, maka untuk sementara waktu pengusahan menghentikan produksinya. Pengolahan menjadi gelatin merupakan pilihan yang menguntungkan karena gelatin dapat digunakan secara luas. Gelatin yang diproduksi dari kulit limbah pra penyamakan dapat dan diperbolehkan digunakan untuk industri pangan dan lainnya. Sedangkan gelatin yang diproduksi dari kulit limbah paska penyamakan hanya diperbolehkan untuk gelatin bukan pangan. Pemanfaatan Limbah Turunan Industri Penyamakan Kulit sebagai Upaya ISSN 2477-3298 Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet dan Plastik ke-7 Yogyakarta, 29 Agustus 2018 Ditinjau dari aspek ekonomi, pengolahan kulit limbah turunan proses pra-penyamakan menjadi gelatin merupakan tindakan yang sangat strategis, karena memproses limbah menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi, serta membantu menangani dan menekan jumlah limbah. Dengan demikian dapat menekan, meminimalisir, dan mengurangi terjadinya pencemaran lingkungan terutama bau. Sehingga setidaknya industri penyamakan memperoleh keuntungan yang berlebih yaitu mengurangi biaya penanganan limbah, dan meminimalisir serta mengurangi terjadinya pencemaran. Pemanfaatan kulit limbah menjadi produk yang berguna akan meningkatkan nilai tambah, menekan jumlah limbah, dan optimalisasi pemanfaatan kulit. Disamping itu Sugihartono 2013 juga mengemukakan bahwa pemanfaaatan limbah menjadi produk yang berguna akan dapat mengurangi dan menekan biaya lingkungan, menciptakan lapangan kerja dan usaha baru yang pada gilirannya mengurangi keluhan warga serta menjamin kelangsungan IPK dalam berusaha. KESIMPULAN Kulit limbah turunan industri penyamakan kulit dapat dimanfaatkan untuk makanan, gelatin teknis, kompos, gelatable protein, produksi sodium kromat, bahan bangunan, sol sepatu dan kertas seni serta barang kerajinan lainnya. Pengolahan limbah kulit yang diturunkan pada proses pra- penyamakan menjadi tallow dan gelatin, dapat meninimalisir dan menekan terjadianya pencemaran PUSTAKA Andrioli, E. & Gutterres, M. 2015. Evaluation of waste management in tanneries, Proceding XXXIII IULTCS Congress, Novo Hamburgo/Brazil,180, 1-9. Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Kemenristek. 1990. Teknologi Pangan dan Agroindustri. Volume 1 Nomor 9. 43. Gelatin, hal 133-135. diakses 17 Juni 2013 Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. 1996. Buku Panduan Teknologi Pengendalian Dampak Lingkungan, Industri Penyamakan Kulit. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. Jakarta Buter, J. & Biedermann, T. 2017. Chromium VI Contact Dermatitis Getting Closer to Understanding to Understanding the Underlying Mechanisms of Toxicity and Sensitization. Journal of Investigative Dermatologi, 1372, 274-277. Cabeza, Taylor, DiMaio, Brown, Marmer, Carrio, R., Celma, & Cot, J. 1998. Processing of leather waste pilot scale studies on chrome shavings. Isolation of potentially valuable protein products and chromium. Waste Management, 18, 211-218. Pemanfaatan Limbah Turunan Industri Penyamakan Kulit sebagai Upaya ISSN 2477-3298 Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-7 Yogyakarta, 29 Agustus 2018 Covington, A. D. 2009. Tanning Chemistry The science of leather. Cambride, UK The Royal Society of Chemistry. Dewi, PR. 2013. Pengusaha Penyamakan Kulit Terancam Penutupan 2 April 2013. Elfrida, SR. 2012. Menggunakan Metoda Elektrokoagulasi Pada Pengolahan Limbah Industri Penyamakan Kulit Menggunakan Alumunium Sebagai Sacrificial Elektroda. Universitas Pendidikan Indonesia. Repository. Upi. Edu. FAO Food and Agriculture Oganization. 1966. 3 Tanneries. akses 28 Mei 2013. Fauzi, Rahmi. 2007. Gelatin. http//www. , diakses 17 Juli 2012. Fuck, W. F., Gutterres, M., Marcilio, N. R., & Bordingnon, S. 2011. The influence of chromium supplied by tanning and wet finishing processes on the formation of Cr VI in leather. Brazilian Journal of Chemical Engineering, 282, 221-228. Hastutiningrum, S. 2009. “Pemanfaatan Limbah Kulit Split Industri Penyamakan Kulit Untuk Glue Dengan Hidrolisis Kolagen”. Jurnal Teknologi, 22, 208-212. IUE The International Union Environment Commission-2. 2008. Recomendation For Tannery Solid By Product Managementakses 18 April 2013. Li, J., Yan, L., Shi, B., & Zhang, J. 2013. A Novel approach to clean tanning technology. Journal Chemical engineering, 7, 1203 – 1212. Nasution, 2011. Aplikasi Bahan Penjernih Sebagai Alternatif Pemecahan Masalah “Haze” Pada Industri Sari Buah Apel Manalagi Malus sylvestris Mill. elibrary. Bahan..., diakses 16 September 2013. Nawaz, Solangi, Nadeem, U., & Zehra, B. 2010. Preparation of High Exhaust Chrome from Leather Shavings and Hydrocarbons with its Application in Leather Processing for Green Tanning Technology. Journal Chemical Society of Pakistan, 324, 525-530. Nurhalimah, E. 2010. Comparison of Gelatin Extraction Process of Bovine Hide Split by Acid and base Process. diakses 18 Juni 2013. Oktavia, Mangunwidjaja, D., & Wibowo, S. 2012. Pengolahan limbah cair perikanan menggunakan konsorsium mikroba indigenous proteolitik dan lipolitik. Jurnal AGROINTEK, 62, 65-71. Ozgunay, H., Colak, S., Mutlu, MM., and Akyuz, F. 2007. Characterization of Leather Industry Wastes. PolishJournal of 867-873. Paul, H. L. Phillips, P. S. Covington, A. D. Evans, P. And Antunes, A. P. M. 2013. Dechroming Optimisation of Chrome Tanned Leather Waste As Potential Poultry Feed Additive A Waste th th to Resources. Proceding XXXII. Congres of UILTCS. May 29 2013. Istambul, Turkey. – 31 Pranoto,Y. 2006. Potensi Gelatin Ikan Untuk Menggantikan Gelatin Mamalia di Bidang Pangan. Prosiding PATPI, S84 –S96. Prayitno. 2017. Teknologi Bersih Proses Penyamakan Kulit. Grafika Indah, Yogyakarta. Prayitno. 2009. Kajian Penerapan Recycle, Reuse dan Recovery Untuk Proses Produksi Kulit Wet Blue Pada Industri Penyamakan Kulit. Majalah Kulit, Karet dan Plastik, Yogyakarta, 251, 45-52. Pemanfaatan Limbah Turunan Industri Penyamakan Kulit sebagai Upaya ISSN 2477-3298 Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet dan Plastik ke-7 Yogyakarta, 29 Agustus 2018 Puspita, 2012. Terancam Tutup, Pengusaha Penyamakan Kulit Resah. http// indonesiarayanews. com/news/ekbis/12-31-2012, diakses 18 April 2013. Saha, R., Nandi, R., & Saha, B. 2011. Sources and toxicity of hexavalent chromium. Journal of Coordination Chemistry, 6410, 1782-1806. Sompie, M., Triatmojo, S., Pertiwining rum, A., & Pranoto, Y. 2012 . “The Effects Of Animal Age And Acetic Acid Concentration On Gelatin Pigskin”. Journal Of The Indonesian Tropical Animal Agriculture, 373, 176-182. Sugihartono, S., Sutyasmi, S., & Prayitno, P. 2015. Pemanfaatan trimming kulit pikel sebagai flokulan melalui hidrolisis kolagen menggunakan basa untuk penjernihan air. Majalah Kulit, Karet, dan Plastik, 311, 37- Sugihartono. 2014. Kajian gelatin dari kulit sapi limbah sebagai renewable flocculants untuk proses pengolahan air. Jurnal Riset Industri Journal of Industrial Research, 83, 179– 2013. Pemanfaatan limbah penyamakan kulit menjadi gelatin untuk industri pangan. Jurnal Riset Teknologi Industri. 714, 87-99. Sutyasmi, S. 2012, Daur ulang limbah shaving industri penyamakan kulit untuk kertas seni. Majalah Kulit, Karet, dan Plastik, 282 113-121, Suhenry, S., Widayati, Hartarto, dan Suprihadi, S. 2015. Proses pembuatan gelatin dari kulit kepala sapi dengan proses hidrolisis menggunakan katalis HCl. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”. Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia. Yogyakarta. 18 Maret 2015. Vaskova, H., Kolomaznik, K., and Vasek, V. 2013. Hydrolysis Process of Collagen Protein from Tannery Waste Materials for Production of Biostimulator and its Mathematical Model. International Journal Of Mathematical Models And Methods In Apllied Sciences, 75, 568- 575. White, A., Handler, P., & Smith, 1964. Principles of Biochemistry 6th ed, International Student Edition, The Blakiston Division, Mc Grow-Hill Book Company, New York, Toronto, London, Kogakusha Company, LTD Tokyo. Wulandari, D. 2012. Pemanfaatan Limbah Kulit Sapi Untuk Gelatin Sebagai Edible Coating dalam Memperpanjang Masa Kesegaran Buah Jeruk. Akademi Teknologi Kulit. Yogyakarta. Zaenab, 2008. Industri Penyamakan Kulit dan Dampaknya Terhadap Lingkungan. Kesehatan Lingkungan Makasar. Pemanfaatan Limbah Turunan Industri Penyamakan Kulit sebagai Upaya ISSN 2477-3298 Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-7 Yogyakarta, 29 Agustus 2018 Pemanfaatan Limbah Turunan Industri Penyamakan Kulit sebagai Upaya

bagaimana pemanfaatan kulit dibidang pangan dan dalam bidang industri